Suatu pagi ketika gw dan seorang temen sedang mempersiapkan pertemuan bisnis, tiba-tiba temen gw itu panik. Ternyata dia baru sadar kalo dompetnya (berikut isi) ternyata raib. Entah hilang dimana gak jelas. Yang jelas dia sangat panik. Siapa sih yang nggak? Karena hari itu dia harus kehilangan 8 kartu kredit, beberapa kartu ATM, STNK, KTP, dan kartu NPWP. Jelas terbayang betapa repot mengurus pemulihan status dokumen-dokumen berharga tersebut.
”Semoga ada orang yang baik hati balikin STNK gw...” tiba-tiba kalimat itu keluar dari mulut temen gw. Mimiknya sungguh-sungguh mengharap itu terjadi.
”Jangan pernah mengharapkan yang seperti itu terjadi begitu saja,” kata gw. Datar.
”Tapi sering terjadi kok,” temen gw ngotot. ”Ada orang yang menemukan STNK seseorang, dan dengan baik hati dikembalikan kepada yang punya, yang berhak”.
”Iya..tapi gak ada jaminan bahwa keajaiban seperti itu akan terjadi sekarang. Yang pasti pasti sajalah, lo bisa mulai telpon tuh bank-bank penerbit untuk mencegah penyalahgunaan kartu,” gw membalas masih dengan nada yang santai.
”Ah..lo gak asik! Gak pernah berpikir positif! Sama sekali tidak memotivasi gw!” temen gw bersungut-sungut.
Gw hanya tersenyum. Masa sih?
Gw langsung teringat pengalaman pribadi. Waktu itu gw kehilangan kalung emas. Gw masih SMA kalo gak salah. Hilang disaat gw jalan-jalan dengan temen-temen di sebuah pusat perbelanjaan di kampung halaman gw. Gw merasakan panik. Bukan karena gw merasa barang itu berharga buat gw, atau gw sangat sayang dengan benda itu, atau nilai-nilai sentimentil romantis lain. Simpel aja : gw takut dimarahin Mamah! hehehehe...
Di usia gw kala itu, kedewasaan baru tumbuh seujung kuku. Meskipun gw udah bisa cari duit sendiri, tapi sifat kekanakan masih menjadi bagian diri gw. Harap maklum sodara-sodara, gw lahir sebagai anak bungsu dan perempuan satu-satunya dalam keluarga hehehe..... Mamah pasti marah, karena mendandani anak perempuan yang sudah menginjak usia perawan dengan perhiasan emas menjadi semacam budaya yang susah dihilangkan dalam kehidupan kami. Maksud gw, dalam kehidupan masyarakat Jawa. Kata Mamah, ”ora ilok” kalo anak perawan gak pakai perhiasan emas. Dan sebagai masyarakat Jawa yang hidupnya susah, bisa beli kalung emas pasti memerlukan upaya luar biasa. Baca = menabung dengan susah payah. Jadi, pasti nyokap telah berjuang mati-matian menyisihkan uang buat beli kalung itu. Dan ternyata....hilang!
Saking paniknya, gw sampai gak berani pulang ke rumah. Gw malah sengaja ke rumah oom gw (adek bokap). Kenapa? Karena gw teringat cerita-cerita sesepuh dalam keluarga gw dimana konon si oom ini punya ”ilmu lebih” alias ”pinter”. Berbagai cerita masa lalu tentang kehebatan si oom telah sering membuat gw dan kakak-kakak gw yang mendengar menjadi terkagum-kagum. Nah, kisah oom yang jago ini meracuni pikiran gw bahwa dia pasti bisa membantu gw menemukan dimana kalung itu berada. Gw sangat berharap, karena gw yakin si oom ini punya ”kemampuan”.
But, you know what?
Gw lupa bahwa ilmu itu kalo gak diasah ya lama-lama ilang. Gw lupa bahwa kisah kehebatan si oom terjadi bertahun-tahun lampau ketika gw masih anak-anak. Bukan remaja seperti waktu gw kehilangan kalung itu. Semenjak menikah dan beranak pinak dia telah meninggalkan kehidupan sebagai seseorang yang memiliki ”ilmu”. Si oom ternyata menjadi ”sama saja” seperti gw. Sama-sama manusia biasa. Jadinya petualangan gw berakhir dengan dimarahi nyokap dan kakak gw karena dikira ngabur dari rumah gara-gara gak dibolehin pacaran. Lhahh???? Gak nyambung beneeeeeerrrrrr....hehehehe.....
So, kalimat pengharapan temen gw tadi telah mengingatkan kembali pada suasana keputusasaan yang pernah gw alami. Situasi yang demikian sering membawa orang tanpa sadar memilih jalan yang salah. Seperti gw. Kalo temen gw, memang tidak salah dia berharap. Tapi, sebagai insan manusia yang memiliki keterbatasan, nikmati sajalah keterbatasan itu. Artinya, jangan karena kita menghadapi masalah yang diluar kemampuan lalu kita menggantungkan harapan pada sesuatu yang masih absurd. Pikirkan hal-hal untuk menyelesaikan masalah, bukan membiarkan pikiran kita dipenuhi perkiraan atau kemungkinan akan hal-hal yang dapat membantu kita menyelesaikan masalah. Seperti temen gw tadi, daripada dia mengharap yang belum tentu terjadi sementara STNK dan dokumen lain sudah pasti dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari, maka sebaiknya dia mulai menyelesaikan masalah dengan tindakan yang sebenarnya. Menelepon bank, pergi ke bank, pergi ke kantor polisi, pergi ke kelurahan dan lain sebagainya. Ribet? Pasti. Tapi keribetan itu sudah pasti akan membawa dia memperoleh kembali STNK baru dan kartu-kartu baru yang lain.
We believe in God, tapi bukan berarti kita gak perlu usaha. Jadi, kalo ada masalah, selesaikan dengan cara-cara yang memang sudah seharusnya. Jangan berdiam diri, atau lari atau berputus asa. Tetap berdoa, tapiii...mulai selesaikan setiap masalah dari bagian yang paling mudah. Perlahan, sesuai dengan tahapan permasalahan yang dihadapi. InsyaAllah semua akan mudah dilalui.
*gambar diambil disini*