Friday, January 2, 2009

Imagine : A Peace !

"Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too

Imagine all the people
Living life in peace...

Yo-o-o-u,
You may say I’m a dreamer
But I’m not the only one
I hope some day you'll join us
And the world will live as one...."

("Imagine", John Lennon, 1971)

Palestina diserang kembali oleh Israel. Entah untuk yang keberapa kali. Mengikuti pemberitaan tentang aksi Israel membuat gw teringat mata kuliah Politik Pemerintahan Timur Tengah yang mengajarkan tentang sejarah konflik Israel dan Palestina. Bagaimana Israel membangun kekuatan dan mendirikan sebuah negara.  Dan bagaimana Palestina bergerak dari sebuah negara berdaulat menjadi tidak memiliki wilayah negara hingga seperti sekarang. Sebuah kisah yang tak pernah usai. Konflik dan peperangan.

Lalu gw juga teringat perbincangan gw dengan seorang teman berkebangsaan Jerman. Waktu itu gw sempat mengeluarkan kalimat yang bernada negatif tentang salah satu negara yang berkonflik. Tiba-tiba teman gw menukas,”Kalo kamu melihat negara lain lebih rendah, atau kamu membenci bangsa lain, maka tidak akan pernah ada apa yang kita sebut sebagai perdamaian”.

Gw tertegun. Gw merasa malu. Siapa gw? Apakah gw luar biasa hebat sehingga bangsa lain lebih rendah? Padahal sampai saat ini kadang gw masih suka kesel kalo ada yang mengomentari gw,”Jawa lo..”.

Emang salah ya jadi orang Jawa?
Emang salah ya jadi orang Israel?
Emang salah ya jadi orang Palestina?

Dan perang telah nyata-nyata merenggut kehidupan. Hanya ada kemarahan, kebencian dan dendam yang menyala. Padahal kita hidup didunia yang sama, dunia yang satu. Apakah berlebihan jika mengharap perdamaian ada di setiap sudut hati manusia yang hidup di bumi ini?


gambar ambil disini.

Kalo Gak Ada Orang Tua

Gw sudah menjadi anak yatim sejak umur 9 tahun. Lalu menjadi yatim kedua kali karena ayah tiri gw meninggal dunia pada saat gw berumur 25 tahun. Dan pada usia 26 tahun, gw resmi menjadi anak yatim piatu. Mungkin sudah tidak tepat disebut anak lagi yaa hehehe...wong sudah diatas 20 tahun. Banyak suka duka menjadi yatim piatu. Tapi gw mencatat beberapa hal yang sungguh tidak menyenangkan ketika kita sudah berkeluarga dan beranak pinak, lalu tidak lagi memiliki orang tua. Apakah itu? Kira-kira begini :

1. Tidak Ada Tempat Menitipkan Anak
Sebagai pasangan yang memilih bekerja diluar rumah, maka k
ebutuhan menitipkan buah hati selama bekerja menjadi sangat penting. Tapi ternyata tidak mudah menemukan orang yang tempat untuk mengasuh anak-anak kita selama ditinggal bekerja. Pilihan untuk menitipkan kepada kakek nenek mereka menjadi sebuah keunggulan. Pengalaman gw waktu si sulung masih kecil meneguhkan pendapat ini. Gw sangat nyaman menitipkan anak sulung gw kepada Mamah tercinta....hehehe

2. Tidak Ada Tempat Untuk Membanggakan Anak-anak
Perkembangan buah hati kita, sekecil apapun, pasti akan membuat kita sebagai orang tua bangga bukan kepalang.
Bisa mengucapkan kata untuk pertama kali, mulai berjalan, bisa menyanyi, bisa membaca dan lain sebagainya. Hal-hal yang mungkin bagi orang lain sepele, tapi tidak bagi orang tuanya. Nah, peristiwa-peristiwa bersejarah seperti itu biasanya mendapat tempat khusus di hati para kakek nenek anak-anak kita. Para kakek nenek ini akan lebih berbahagia dan bangga tiada tara pada pencapaian-pencapaian para cucu. Biarpun bagi orang lain gak penting, tapi bagi mereka bisa berarti segalanya. Bahkan perlakuan para kakek nenek ini bisa mengalahkan apa yang telah diperbuat kepada anak-anak mereka sendiri.

3. Tidak Ada Tempat Tujuan Berlibur Favorit
Liburan buat anak-anak tidak selalu berarti tempat mahal dan mewah. Berlibur di rumah kakek dan nenek seringkali cukup membuat hari-hari mereka ceria. Apalagi jika mereka selalu dimanjakan kakek dan nenek selama berlibur.

4. Tidak Ada Sumber Informasi Jadul
Orang tua kita adalah sumber terpercaya untuk mengkonfirmasi aneka kejadian jaman dulu. Ketika mereka sudah tidak ada maka kita akan kesulitan mencari sumber-sumber cerita menarik. Entah itu yang terjadi dalam lingkungan keluarga, atau kota kelahiran kita, atau Indonesia dan dunia ini secara umum. Jaman dulu juga bisa berarti adat istiadat yang mulai banyak ditinggalkan masyarakat. Dan orang tua kita pasti lebih banyak mengetahui bahkan masih melakukan sejumlah tradisi yang hampir dilupakan saat ini.

Gw yakin memang tidak selamanya kita akan menjadi anak. Ada masanya kita menjadi orang tua yang hakiki bagi anak-anak kita. Tapi sungguhpun demikian, menyayangi dan menghargai mereka selagi masih hidup juga bukan sesuatu hal yang salah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kasih sayang abadi hanya datang dari orang tua, terutama dari seorang ibu.

Jadi, buat yang masih punya orang tua : bersyukurlah.
Sayangi dan bahagiakan mereka selagi masih ada waktu.

gambar ambil disini.

Wednesday, December 31, 2008

Happy New Year 2009 !

1 Januari 2009

Kira-kira baru sekitar 15 menit gw menikmati tahun 2009. Diantara dentum suara kembang api yang bersahut-sahutan seperti layaknya sebuah perlombaan. Bahkan saking kerasnya terasa seperti ditengah medan perang. Riuh rendah tidak karuan. Alhamdulillah malaikat kecil gw, Emil, masih terlelap pulas disamping gw. Tidak terganggu sama sekali. Sementara gw merasa sangat tidak nyaman dengan suara-suara tadi hingga terpaksa bangun lagi dari tempat tidur dan menuliskan ini. Sama dengan gonggongan Rottweiler tetangga sebelah rumah setiap kali mendengar suara dentuman kembang api. Atau alarm mobil tetangga yang menjerit-jerit kesenggol sensornya. Suami gw? Tenang, masih di kantor hehehehe....

Tadi sore secara mendadak gw memutuskan untuk membuat acara bakar membakar seafood kecil-kecilan di rumah. Dua orang asisten di rumah gw minta pergi ke supermarket untuk belanja segala keperluan. Termasuk peralatan membakar yang selama ini tidak gw punyai. Mengikuti nasehat nanny-nya Emil, akhirnya dibelilah sebuah tempat membakar yang sederhana. Kalo di Solo mungkin yang terbuat dari gerabah itu lho. Tapi di Jakarta susah menemukan yang seperti itu. Yang ada ya yang terbuat dari besi atau alumunium. Lalu sejumlah ikan, udang dan cumi. Tak lupa aneka minuman ringan. Murah meriah saja. Toh intinya gw ingin membuat kegiatan yang bersifat perayaan kepada orang rumah. Bukan perayaan mewah, tapi paling tidak membuat mereka senang mempunyai sesuatu yang khusus untuk dirayakan.

Sambil mengipasi tungku besi yang membakar ikan Baronang, gw kembali memikirkan tentang perayaan tahun baru. Apa ya artinya buat gw pribadi?

Ingatan gw kembali ke masa silam. Dalam keluarga gw, tidak ada tradisi khusus untuk merayakan pergantian tahun. Semua berlalu biasa saja. Bagi gw tiap tahun sama saja, sama susahnya hehehe... Hingga suatu ketika, diawal gw mulai menyanyi, gw melihat salah seorang teman kerja yang memberikan ucapan selamat tahun baru dengan sungguh-sungguh. Serius. Artinya, dia benar-benar mendoakan melalui ucapannya. Woow....gw terkesima. Terpana. Apakah ini??

Sejak itu gw seperti menemukan sesuatu yang baru. Gw baru sadar bahwa pergantian tahun memiliki arti yang mendalam bagi sebagian orang. Sebuah momentum. Selanjutnya gw sering mendengar orang membuat resolusi tahunan, pengharapan dan segala macam yang terkait dengan penyambutan tahun baru. Dan yang tak kalah seru, setiap tahun gw melewatinya dengan perayaan. Meskipun paling sering karena memang gw sedang bekerja disitu.

Kembali ke tadi sore, gw merasa semakin tidak menemukan apapun dalam pergantian tahun kecuali gegap gempita perayaan. Dan ini mungkin berlaku juga untuk penanggalan Jawa maupun Islam. Gw merasa, tahun yang berganti hanyalah menanggalkan angka. Apa yang terjadi di tahun yang baru adalah segala sesuatu yang sudah semestinya. Mengikuti takdir dan nasib yang telah digariskan oleh Allah SWT. Buat gw, tahun baru tidak berarti sesuatu yang baru. InsyaAllah gw masih akan hidup dengan segala kondisi yang menyertai gw di tahun sebelumnya. Apa yang gw rencanakan di tahun sebelumnya, mungkin akan terwujud di tahun yang baru. Tapi bukan berarti gw melakukan sesuatu yang baru.

Resolusi? Hmmm.....gw suka merencanakan segala sesuatu. Karena gw paling tidak suka ketidakpastian. Jadi tentu saja gw akan merasa lebih nyaman dengan perencanaan. Tapi ternyata, kalo gw ikut-ikutan membuat resolusi ya jadinya cuman ikut-ikutan. Gw gak pernah merasa harus membuat resolusi di pergantian tahun. Mungkin karena kini gw lebih mengikuti kemana nasib membawa gw. Go with the flow. Beberapa hal yang bisa gw rencanakan pasti gw lakukan. Tapi itu tidak memiliki kaitan sama sekali dengan pergantian tahun. Hidup sangat dinamis. Perubahan bisa terjadi kapan saja. Jadi gw berprinsip untuk menyikapi hidup dengan mencoba bijaksana. Tidak memenuhi hidup dengan mimpi-mimpi muluk dari hasil kontemplasi akhir tahun.

Buat gw pribadi, momentum ulang tahun lebih membawa arti khusus. Sebuah peristiwa yang menjadi simbol dibunyikannya lonceng kehidupan. Sebuah pengingat bahwa gw tak lagi muda dan harus segera mempersiapkan diri menghadapi hari tua.

Well, pergantian tahun juga sebuah momentum. Manfaatkan jika memang memberikan manfaat. Jika tidak, nikmati seperlunya.

Seperti yang gw lakukan.

Happy New Year 2009, everyone!
Still wishing you all  the best for this year…


gambar ambil disini.











Sunday, December 28, 2008

Tentang Sesuatu : Refleksi Persahabatan

Seorang teman yang gw kenal cukup baik, tiba-tiba menyembunyikan sesuatu. Bukan sesuatu yang penting atau dramatis seperti dia berselingkuh dengan pasangan gw atau dia melakukan tindakan kriminal. Sesuatu yang menurut gw biasa aja, tapi menjadi luar biasa karena dia memutuskan untuk tidak menyeritakan itu kepada gw. Keputusan yang membuat tanda tanya besar dalam diri gw : bagaimana orang lain memandang gw?

Sesuatu yang disembunyikan teman gw tadi gw ketahui dari orang lain dengan mudah. Karena seperti yang telah gw utarakan diatas bahwa sesuatu yang dimaksud itu bukanlah ”big thing”. So, everyone knows, but me. Ketika gw konfirmasi kepada temen gw tersebut, dia hanya menjawab ”tidak enak sama kamu...”. Woww.....Gw langsung terkejut! Sesuatu yang gak penting saja telah membuat temen gw merasa tidak enak kepada gw??? Am I a monster or something?

Gw mencoba memahami situasi dengan analisa gw pribadi. Ketidakenakan teman gw tadi sebenarnya adalah refleksi dari diri sendiri. Dia merasa tidak enak karena gw tidak mendapatkan sesuatu yang dia coba sembunyikan. Gw akhirnya menyadari bahwa dia adalah pribadi yang terlalu melihat segala sesuatu seperti dia melihat kedalam diri sendiri. Gw pernah mendapati sikap dia tentang salah satu teman kami yang kala itu tengah mengalami sesuatu juga. Meskipun tidak diekspresikan secara gamblang, tapi gw jelas menangkap bahwa teman gw ini menyimpan perasaan kecewa dan cemburu. Kenapa orang lain menerima nasib baik dengan mengalami sesuatu tersebut? Kenapa bukan dia?

Melihat kedalam diri sendiri tidak selalu salah. Bahkan kadang sangat diperlukan. Jika kita memutuskan sebuah tindakan yang menimbulkan akibat tertentu pada orang lain, maka pastikan bahwa kita telah melihat melalui kacamata : ”seandainya aku menjadi dia atau mereka”. Melihat diri sendiri juga penting ketika kita hendak mengukur kemampuan. Atau ketika kita ingin menjatuhkan pilihan atau kadang penilaian terhadap orang lain. Banyak hal positif dengan selalu melihat refleksi diri kita sendiri. Artinya, itu akan selalu mengingatkan kita untuk tetap berpijak di tanah dan tidak melampaui kemampuan kita.

Sedangkan ketidakenakan teman gw tadi karena dia berpikir gw pasti akan kecewa atau cemburu atau iri karena dia memperoleh sesuatu sedangkan gw tidak. Sebuah reaksi yang pernah dia rasakan sebelumnya. Dia berkaca pada diri sendiri. Hasilnya? Sebuah rumus yang diyakini teman gw tadi sebagai sesuatu yang baku, yang pasti terjadi pada setiap orang. Termasuk diri gw.

Tapi, Kawan...dia lupa satu hal bahwa : apakah gw menginginkan sesuatu tersebut? Dan jawaban gw adalah : TIDAK! I’m happy for him/her.

Karena dia adalah sahabat gw.


*gambar diambil disini*

Menghadapi Kenyataan

Suatu pagi ketika gw dan seorang temen sedang mempersiapkan pertemuan bisnis, tiba-tiba temen gw itu panik. Ternyata dia baru sadar kalo dompetnya (berikut isi) ternyata raib. Entah hilang dimana gak jelas. Yang jelas dia sangat panik. Siapa sih yang nggak? Karena hari itu dia harus kehilangan 8 kartu kredit, beberapa kartu ATM, STNK, KTP, dan kartu NPWP. Jelas terbayang betapa repot mengurus pemulihan status dokumen-dokumen berharga tersebut.

”Semoga ada orang yang baik hati balikin STNK gw...” tiba-tiba kalimat itu keluar dari mulut temen gw. Mimiknya sungguh-sungguh mengharap itu terjadi.
”Jangan pernah mengharapkan yang seperti itu terjadi begitu saja,” kata gw. Datar.
”Tapi sering terjadi kok,” temen gw ngotot. ”Ada orang yang menemukan STNK seseorang, dan dengan baik hati dikembalikan kepada yang punya, yang berhak”.
”Iya..tapi gak ada jaminan bahwa keajaiban seperti itu akan terjadi sekarang. Yang pasti pasti sajalah, lo bisa mulai telpon tuh bank-bank penerbit untuk mencegah penyalahgunaan kartu,” gw membalas masih dengan nada yang santai.
”Ah..lo gak asik! Gak pernah berpikir positif! Sama sekali tidak memotivasi gw!” temen gw bersungut-sungut.

Gw hanya tersenyum. Masa sih?

Gw langsung teringat pengalaman pribadi. Waktu itu gw kehilangan kalung emas. Gw masih SMA kalo gak salah. Hilang disaat gw jalan-jalan dengan temen-temen di sebuah pusat perbelanjaan di kampung halaman gw. Gw merasakan panik. Bukan karena gw merasa barang itu berharga buat gw, atau gw sangat sayang dengan benda itu, atau nilai-nilai sentimentil romantis lain. Simpel aja : gw takut dimarahin Mamah! hehehehe...

Di usia gw kala itu, kedewasaan baru tumbuh seujung kuku. Meskipun gw udah bisa cari duit sendiri, tapi sifat kekanakan masih menjadi bagian diri gw.  Harap maklum sodara-sodara, gw lahir sebagai anak bungsu dan perempuan satu-satunya dalam keluarga hehehe..... Mamah pasti marah, karena mendandani anak perempuan yang sudah menginjak usia perawan dengan perhiasan emas menjadi semacam budaya yang susah dihilangkan dalam kehidupan kami. Maksud gw, dalam kehidupan masyarakat Jawa. Kata Mamah, ”ora ilok” kalo anak perawan gak pakai perhiasan emas. Dan sebagai masyarakat Jawa yang hidupnya susah, bisa beli kalung emas pasti memerlukan upaya luar biasa.  Baca = menabung dengan susah payah.  Jadi, pasti nyokap telah berjuang mati-matian menyisihkan uang buat beli kalung itu. Dan ternyata....hilang!

Saking paniknya, gw sampai gak berani pulang ke rumah. Gw malah sengaja ke rumah oom gw (adek bokap). Kenapa? Karena gw teringat cerita-cerita sesepuh dalam keluarga gw dimana konon si oom ini punya ”ilmu lebih” alias ”pinter”. Berbagai cerita masa lalu tentang kehebatan si oom telah sering membuat gw dan kakak-kakak gw yang mendengar menjadi terkagum-kagum. Nah, kisah oom yang jago ini meracuni pikiran gw bahwa dia pasti bisa membantu gw menemukan dimana kalung itu berada. Gw sangat berharap, karena gw yakin si oom ini punya ”kemampuan”.

But, you know what?

Gw lupa bahwa ilmu itu kalo gak diasah ya lama-lama ilang. Gw lupa bahwa kisah kehebatan si oom terjadi bertahun-tahun lampau ketika gw masih anak-anak. Bukan remaja seperti waktu gw kehilangan kalung itu. Semenjak menikah dan beranak pinak dia telah meninggalkan kehidupan sebagai seseorang yang memiliki ”ilmu”. Si oom ternyata menjadi ”sama saja” seperti gw. Sama-sama manusia biasa. Jadinya petualangan gw berakhir dengan dimarahi nyokap dan kakak gw karena dikira ngabur dari rumah gara-gara gak dibolehin pacaran. Lhahh???? Gak nyambung beneeeeeerrrrrr....hehehehe.....

So, kalimat pengharapan temen gw tadi telah mengingatkan kembali pada suasana keputusasaan yang pernah gw alami. Situasi yang demikian sering membawa orang tanpa sadar memilih jalan yang salah. Seperti gw. Kalo temen gw, memang tidak salah dia berharap. Tapi, sebagai insan manusia yang memiliki keterbatasan, nikmati sajalah keterbatasan itu. Artinya, jangan karena kita menghadapi masalah yang diluar kemampuan lalu kita menggantungkan harapan pada sesuatu yang masih absurd. Pikirkan hal-hal untuk menyelesaikan masalah, bukan membiarkan pikiran kita dipenuhi perkiraan atau kemungkinan akan hal-hal yang dapat membantu kita menyelesaikan masalah. Seperti temen gw tadi, daripada dia mengharap yang belum tentu terjadi sementara STNK dan dokumen lain sudah pasti dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari, maka sebaiknya dia mulai menyelesaikan masalah dengan tindakan yang sebenarnya. Menelepon bank, pergi ke bank, pergi ke kantor polisi, pergi ke kelurahan dan lain sebagainya. Ribet? Pasti. Tapi keribetan itu sudah pasti akan membawa dia memperoleh kembali STNK baru dan kartu-kartu baru yang lain.

We believe in God, tapi bukan berarti kita gak perlu usaha. Jadi, kalo ada masalah, selesaikan dengan cara-cara yang memang sudah seharusnya. Jangan berdiam diri, atau lari atau berputus asa. Tetap berdoa, tapiii...mulai selesaikan setiap masalah dari bagian yang paling mudah. Perlahan, sesuai dengan tahapan permasalahan yang dihadapi. InsyaAllah semua akan mudah dilalui.


*gambar diambil disini*

Sunday, December 7, 2008

Ian & DHF




Minggu sore (30/11/08) Ian mengeluhkan lemas dan tubuhnya panas. Malam hari dia muntah sampai 4 kali. Keesokan harinya, gw bawa dia ke rumah sakit. Karena panasnya yang tinggi hingga 39 derajat, oleh dokter yang bertugas diberi penurun panas yang dimasukkan lewat dubur. Selama ini yang gw tahu, obat ini lebih ampuh dibanding penurun panas oral. Dokter belum berani memastikan penyakit yang diderita anak gw karena untuk pengecekan lewat darah belum akan memberikan hasil yang tepat mengingat baru 1 hari. Lalu Ian diperbolehkan pulang dengan dibekali obat anti mual & penurun panas serta vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Tapi hasilnya yaaa sama juga. Dia tetep panas dan tetep muntah. Saking tingginya si panas kadang dia lupa apa saja yang udah dia lakukan.
Hari Selasa (2/12/08) gw bawa lagi ke rumah sakit yang sama. Akhirnya dilakukan cek darah. Trus karena Ian sempat muntah di ruang periksa (dan memuntahi celana panjang gw), dia diberi anti mual yang dimasukkan lewat jarum suntik. Hasil cek darah jumlah trombosit 184.000. Batas normalnya memang 150.000 s/d 400.000-an. Tapi untuk manusia yang sehat wal afiat, biasanya diatas 200.000. Jadi, dokter mencurigai adanya kecenderungan kena demam berdarah. Sementara untuk Widal-nya ada sedikit sekitar 1/80. Itu juga bukan hasil pasti karena Widal idealnya dilakukan setelah 3 hari sakit. Gw diberi opsi pulang kerumah, tapi besok pagi ke rumah sakit lagi untuk cek darah.
Gw terus terang takut banget denger cerita-cerita tentang demam berdarah. Setelah berkonsultasi dengan suami, akhirnya diputuskan untuk menginap saja. Pertimbangan gw, kalo terjadi apa-apa yang sifatnya mendadak akan memperoleh penanganan lebih awal. Untuk typhus karena belom pasti benar maka tindakan yang diberikan hanya antibiotik lewat infus.
Dan ternyata keputusan gw tepat. Hari-hari selanjutnya trombosit Ian menurun hingga mencapai 36.000.Panas dan muntah terus bersaing menunjukkan peran sampai hari ke-4 atau 5. Hari ke-5 suhunya relatif stabil, tinggal menghadapi trombosit yang meluncur jauh kebawah. Pengecekan darah sampai dilakukan 2 kali sehari. Hari ke-5 juga baru dipastikan bahwa IgG & IgM-nya positif DHF. Hasil rontgen thorax juga ditemukan sedikit cairan. Khas DHF. Karena memang sakit ini pada prinsipnya menguras cairan dan masuk ke jaringan termasuk ke paru-paru.Sementara untuk Widal tetap (hasil lab terhadap feses dan urin juga bagus). Jadi pengobatan untuk typhus dihentikan.
Dan seperti kata Tika Bisono di iklan layanan masyarakat, setelah terpuruk kebawah akhirnya naik juga si trombosit ini. Kemarin sudah 56.000 dan tadi pagi sudah 126.000. Jadi kata dokter sudah boleh pulang alias rawat dirumah. tapi gak boleh aktivitas apa2 dulu.
Alhamdulillah....doain yaaa...biar cepet pulih karena ulangan umum sudah menunggu di tanggal 15 Desember 2008 nanti.

*foto diambil sehari sebelum pulang jadi udah lumayan seger*

Friday, October 31, 2008

Emil Potong Rambut




Akhirnyaaaaaaaaaa...setelah 2 tahun usianya, tanggal 14 September 2008 yang lalu Emil potong rambut. Jadi pendek pisan skarang.