Gw adalah orang yang tidak terlalu menyukai perubahan yang sifatnya drastis. Konservatif. Tapi gw rasa sebagian besar orang ketika sudah menemukan comfort zone, akan susah untuk melangkah keluar menghadapi ketidakpastian. Tapi bukan berarti gw tidak pernah mengambil keputusan besar dan penting dalam hidup gw. Mengakhiri pernikahan, berhenti menyanyi, hijrah ke Jakarta dan menikah kembali dengan konsekuensi perbedaan yang besar (agama dan usia). Tidak mudah, berdampak besar pada banyak hal, tapi alhamdulillah gw berhasil melewatinya. Paling tidak, gw bertahan dan tidak melarikan diri dari apa yang sudah gw putuskan sendiri.
Sekarang, gw juga harus mengambil keputusan. Perusahaan tempat gw bekerja sudah menyatakan akan memindahkan kantor pusatnya ke Makassar. Sebenernya lebih kepada keputusan politis sih. Karena posisi perusahaan gw yang sedang diselamatkan oleh pemerintah melalui suntikan dana. Jadi mungkin my new big boss is trying to be a nice boy to Mr. President. Salah satunya dengan menunjukkan langkah nyata memperbaiki kondisi perusahaan yaitu memindahkan kantor pusat ke Makassar. Alasannya untuk mendekatkan diri pada pasar yang selama ini sudah membesarkan perusahaan, yaitu wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Sebagai informasi, perusahaan gw memang lebih menuai untung di wilayah tersebut dibanding wilayah Barat.
Keputusan memindahkan kantor pusat dikombinasikan pula dengan upaya merestrukturisasi sumber daya manusia yang ada. Perbandingan ideal antara alat produksi dengan manusianya adalah 1 : 50. Sedangkan di perusahaan gw yang terjadi adalah 1 : 100. Jangan tanya kenapa itu bisa terjadi. Banyak hal terjadi di rezim-rezim sebelum gw masuk perusahaan. Jaman jahiliyah dimana KKN menjadi sebuah sistem yang merajai seluruh infrastruktur di Indonesia. Dan ketika krisis ekonomi menyerang serta bisnis penerbangan mengalami perkembangan sesuai tuntutan jaman, maka yang tersisa di perusahaan ini adalah kerusakan yang parah. Termasuk jumlah manusia yang luar biasa banyak sementara alat produksi makin mengecil jumlahnya. Apalagi mental manusianya juga masih terkungkung dalam paradigma lama serta budaya “pegawai pemerintah” yang membuat mereka lamban menyikapi perkembangan.
Jadi, perusahaan diharuskan mengurangi karyawan sebanyak 1309 orang. Polanya adalah melalui pendaftaran sukarela (pensiun dini). Kompensasinya lumayan meskipun gak bombastis. Tapi ada peluang ditolak jika perusahaan menganggap masih memerlukan kehadiran mereka untuk memajukan perusahaan. Jika jumlah pendaftar sukarela tidak memenuhi kuota, maka akan dilakukan pola penunjukkan.
Bagaimana dengan gw? Gw sebenernya gak ada masalah dengan fokus bisnis perusahaan yang berubah. Lebih fokus ke wilayah Indonesia Tengah dan Timur Indonesia berarti lebih banyak melayani penerbangan pesawat kecil dan perintis. Masalah gw hanyalah kepindahan ke Makassar. Suami dan 2 anak adalah pertimbangan utama gw. Kepindahan ini juga tidak menyisakan kantor penghubung di Jakarta. Gw gak mau bertahan di Kantor Perwakilan Jakarta yang akan mengalami penurunan level. Soalnya tidak banyak yang diurusi. Jadi kalo toh gw minta tempat disitu juga gak akan membuat gw menjalani karir yang lebih bagus.
So? Gw memutuskan untuk mendaftar program pensiun dini saja. Berapa yang gw peroleh? Gak tahu. Soalnya belum diluncurkan secara resmi. Bagaimana setelah itu? Gw juga belum tahu. Pastinya sih gw tetep mencari pekerjaan. Karena pengalaman Nyokap gw sangat membekas. Ketika ditinggal mati Bokap, dia dalam posisi tanpa pekerjaan tetap. Alangkah bingungnya dia kala itu. Fisiknya lemah, jadi gak bisa kerja kasar. Tapi peluang kerja juga gak semudah yang dibayangkan. Itulah kenapa gw harus memiliki pekerjaan tetap. Just be prepare toh? Tapi jangan didoain yaa…hehehe..
Sedih rasanya. Hari-hari belakangan ini di kantor suasananya mulai muram. Tidak hanya karena harus memikirkan untuk mencari pekerjaan lain, tapi juga perpisahan dengan orang-orang yang sudah kita kenal sekian lama. Apalagi jika mereka sudah bekerja belasan atau puluhan tahun. Teman-teman sekerja tentunya sudah serasa sodara sendiri. Belum lagi memikirkan nasib para office boy, messenger, dan mereka yang memiliki keterbatasan dari sisi ketrampilan pendidikan maupun usia. Pasti berat untuk memperoleh pekerjaan baru. Padahal keluarganya terbiasa mengandalkan dia sebagai tulang punggung. Kasihan kan…..
Dan belum lagi bangsanya tukang jualan VCD bajakan, tukang jualan kue, tukang jualan baju, tukang pijit, dan tukang-tukang lain yang selama ini leluasa melayani pelanggan setia di kantor gw. Bingung? Hehehe…kantor gw ini memang baik hati. Hidupnya susah pun masih memberikan kesempatan bagi orang-orang seperti mereka untuk mencari rejeki. Mungkin hal-hal begini juga yang gw kangenin kalo udah gak ngantor lagi disini…….
*sediiiiiiih……..*