Untuk 2 minggu terakhir berita-berita media nasional dipenuhi dengan perkembangan kondisi kesehatan Pak Harto, mantan penguasa Orde Baru. Kritis, membaik, kritis, membaik….. Semua orang dipaksa untuk mengikuti berita sakitnya Pak Harto. Mau tidak mau, suka tidak suka. Bagaimana tidak? Semua media baik cetak maupun elektronik penuh dijejali berita mengenai presiden  ke-2 kita ini. Bahkan yang namanya infotainment pun tak ketinggalan memberitakan.
  
 Jujur yaa…buat gw pribadi gak ada keinginan untuk turut memikirkan kondisi mantan orang nomer satu di republik ini. Sodara bukan, sahabat bukan. Mendoakan yang terbaik iya, tapi bukan membuat diri gw sendiri sibuk memikirkan berbagai kemungkinan, perkiraan, pengandaian dll, dst, dkk…. Tapi kenyataannya, gw malah dibikin bete surete gara-gara masalah ini. Padahal hubungan gw gak ada sangkut paut apapun. Kecuali rumah resmi keluarganya yang terletak di Solo, sementara gw juga lahir dan besar di Solo…eh, sik sik… tetep gak nyambung yak? Huehehehe…emberrrrr….
  
 Trus, kenapa gw bete? Jadi begini yaaa….suami kan kerja di salah satu media nasional. Kondisi Pak Harto ini memang memiliki nilai/bobot berita yang tinggi. Oleh karena itu, perkembangan kondisi sekecil apapun menjadi perhatian. Dalam beberapa hal malah melebar ke masalah-masalah lain diluar kondisi fisiknya yang gw lumayan males membahasnya (buat teman-teman se-alumni, maap yee gw memang mengingkari jurusan kita bersama hehehehe…. Pantes kan kalo nilai Pengantar Ilmu Politik gw cukup dapet C? 
). Ok deh, balik ke masalah Pak Harto, karena nilai berita yang tinggi tadi maka suami gw harus siap sedia masuk kantor dihari libur jika dibutuhkan. Bersiap siaga jika kemungkinan terburuk terjadi (baca : Pak Harto meninggal) maka skenario A atau skenario B atau apalah namanya yang harus dijalankan. Pasti kebayang kan ribetnya menyiapkan sebuah live event menyangkut orang-orang penting di negeri ini? Tidak sekedar breaking news live from studio, tapi pengaturan teknis dilapangan yang pastinya berbenturan dengan protokoler dan segala macem. Belum lagi lokasi pemakaman yang nun jauh dilereng bukit. Dan daerah sekitarnya yang baru kena musibah longsor. Kadang-kadang gw mikir kok  tega banget ya orang-orang ini memperbincangkan takdir orang? Kematian dan kehidupan setiap orang kan hanya Allah yang menentukan?
  
 Hubungannya sama gw? Sudah 2 kali akhir pekan suami gak ikut gw dan anak-anak jalan-jalan. Sudah masuk minggu ketiga ini suami nonstop masuk kantor tanpa libur. Paling sesekali bisa pulang cepet itupun kalo kondisi Pak Harto masuk kategori ”membaik” sesuai konferensi pers para dokter. Sudah cwapek dyehhhh rasanya....
 
  
 Gw bete karena gw harus berbagi perhatian suami dengan Pak Harto!
  
 (tapi gw juga gak bisa bilang apa-apa kalo suami balik bertanya setiap gw protes soal ini ”Mau suamimu ini gak kerja aja?”...hhhhhhh....
)